4 Teori Pers dan Sistem Pers di Indonesia
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
4 Teori Pers Menurut Peterson dan Scharmm, yaitu :
1. Teori pers komunis (Marxis)
Media massa pada pers teori ini berperan
sebagai alat pemerintah (partai) dan bagian integral dari negara, dan media
massa mau tidak mau harus tunduk kepada pemerintah. Pers Komunis, menuntut agar
pers melakukan yang terbaik bagi pemerintah dan partai politik, sedangkan
apabila sebaliknya dianggap sebagai bentuk perlawanan atau melaukan tindakan
tidak sopan. Pers dijadikan sebagai alat indoktrinasi massa oleh partai.
contoh negara yang masih menganut sistem
pers ini ialah Korea Utara, disana segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pers
telah dikendalikan oleh pemerintah, jadi disana tidak ada kebebasan dalam pers.
pers disana hanya mengeluarkan berita yang bagus mengenai pemerintah, dan yang
menurut pemeritah pantas dibaca oleh rakyat disana. Bahkan disana internet
tidak bebas digunkan oleh rakyat, dan hanya digunakan oleh pemerintah
saja.
2. Teori Pers Otoriter (Authoritarian Theory)
Pers mempunyai tugas untuk
mendukung dan membantu politik pemerintah yang berkuasa untuk mengabdi kepada
negara. pers tidak boleh mengkritik alat alat negara dan penguasa.
Ditambah lagi pers jenis ini berada di bawah pengawasan dan kontrol pemerintah.
Itu artinya rakyat tidak memiliki hak penuh dalam mengaspirasikan pendapatnya,
ia tidak bisa memberikan opininya melalui pers. Bila diketahui pemerintah,
mungkin akan diciduk dan dihukum oleh pemeritntah.
3. Teori Pers Bebas (Libertarian Theory)
Teori jenis ini memiliki tujuan untuk melakukan pengawasan
terhadap kinerja yang dilakukan oleh pemerintah. Pers liberal beranggapan bahwa
pers itu harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya, hal ini bertujuan untuk
membantu manusia dalam mencari kebenaran.
4. Teori pers tanggung jawab sosial (Social
Responsibility).
Pada teori ini pers adalah forum yang dijadikan sebagai
tempat untuk memusyawarahkan berbagai masalah dalam rangka tanggung jawab
terhadap masyarakat/orang banyak (sosial). Teori ini sebagai upaya untuk
mengatasi kontradiksi antara antara kebebasan pers media massa dan tanggung
jawab sosial dan diformulasikan.
Sistem Pers di Indonesia
Sistem Pers di Indonesia telah diatur oleh
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Pers adalah lembaga
sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
Di Indonesia sendiri telah melalui perubahan-perubahan
sistem pers dari masa ke masa, yaitu:
1. Zaman Orde Lama
Pers pada masa Orde Lama terbagi menjadi dua periode, yakni
periode Demokrasi Liberal dan periode Demokrasi Terpimpin. Pers pada masa ini
umumnya mewakili aliran-aliran politik yang banyak bertentangan bahkan
disalahgunakan untuk menebar fitnah, mencaci maki, menjatuhkan martabat
seseorang atau keluarga, tanpa memikirkan ukuran sopan-santun dan
tatakrama.
2. Zama Orde Baru
Pada masa Orde Baru, lahirlah istilah Pers Pancasila, yaitu
pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakikat pers Pancasila
adalah pers yang sehat, pers yang bebas, dan bertanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, serta
sebagai penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
3. Zaman Reformasi
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie
menggantikan Soeharto sebagai presiden. Banyak media massa yang muncul dan PWI
bukan lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kalangan pers kembali
bernafas lega karena pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Komentar
Posting Komentar